Kepala sebuah sekolah menengah atas di Hunan, China, dipecat setelah ketahuan menumpang listrik sekolah untuk "menambang" mata uang virtual (cryptocurrency).
Aksi ilegal ini terungkap berkat kecurigaan beberapa guru. Mereka mendengar suara berisik kipas berdesing dari pagi hingga malam.
Ketika melapor ke sang kepala sekolah yang bernama Lei Hua, masalah ini malah diabaikan. Hua meyakinkan para guru bahwa suara berisik tersebut berasal dari kipas mesin pendingin (AC) dan perangkat-perangkat elektronik lain.
Namun, para guru mulai mencium ada yang tak beres. Apalagi, tagihan listrik bulanan kemudian turut membengkak hingga mencapai 14.700 yuan (sekitar Rp 31 juta).
Penambangan cryptocurrency semacam Bitcoin dan Etherum memang membutuhkan konsumsi listrik yang besar.
Pasalnya, komputer harus terus menerus bekerja keras menyumbangkan daya pemrosesan untuk memvalidasi transaksi di jaringan cryptocurrency, sehingga penambang bisa mendapat imbalan berupa koin digital yang baru dibuat.
Ini merupakan taktik dasar di industri cryptocurrency, terutama jika dilakukan dalam skala besar.
Artinya, semakin banyak mesin penambang, semakin besar konsumsi listrik, kemungkinan menghimpun koin digital pun semakin tinggi.
Dalam kasus Hua, ia menghubungkan delapan alat penambang di ruang komputer sekolah untuk dirinya sendiri.
Praktik ini ternyata udah setahun ia jalani, sejak 2017 hingga belakangan terendus. Lei Hua mengaku sebelumnya menambang Etherum di rumahnya.
Namun, setelah sadar konsumsi listriknya membengkak, ia pun diam-diam memanfaatkan fasilitas sekolah, sebagaimana dihimpun, Senin (12/11/2018), dari BBC.
Bukan cuma itu, Hua juga mengajak wakil kepala sekolah untuk investasi cryptocurrency Etherum melalui dirinya.
Termakan buaian, sang wakil kepala sekolah lantas membeli mesin penambang kesembilan untuk dijalankan Lei Hua sejak Januari 2018.
Gara-gara ulahnya, Hua dipecat pada Oktober lalu. Sementara itu, sang wakil kepala sekolah diberi peringatan keras.
BACA SUMBER
Aksi ilegal ini terungkap berkat kecurigaan beberapa guru. Mereka mendengar suara berisik kipas berdesing dari pagi hingga malam.
Ketika melapor ke sang kepala sekolah yang bernama Lei Hua, masalah ini malah diabaikan. Hua meyakinkan para guru bahwa suara berisik tersebut berasal dari kipas mesin pendingin (AC) dan perangkat-perangkat elektronik lain.
Namun, para guru mulai mencium ada yang tak beres. Apalagi, tagihan listrik bulanan kemudian turut membengkak hingga mencapai 14.700 yuan (sekitar Rp 31 juta).
Penambangan cryptocurrency semacam Bitcoin dan Etherum memang membutuhkan konsumsi listrik yang besar.
Pasalnya, komputer harus terus menerus bekerja keras menyumbangkan daya pemrosesan untuk memvalidasi transaksi di jaringan cryptocurrency, sehingga penambang bisa mendapat imbalan berupa koin digital yang baru dibuat.
Ini merupakan taktik dasar di industri cryptocurrency, terutama jika dilakukan dalam skala besar.
Artinya, semakin banyak mesin penambang, semakin besar konsumsi listrik, kemungkinan menghimpun koin digital pun semakin tinggi.
Dalam kasus Hua, ia menghubungkan delapan alat penambang di ruang komputer sekolah untuk dirinya sendiri.
Praktik ini ternyata udah setahun ia jalani, sejak 2017 hingga belakangan terendus. Lei Hua mengaku sebelumnya menambang Etherum di rumahnya.
Namun, setelah sadar konsumsi listriknya membengkak, ia pun diam-diam memanfaatkan fasilitas sekolah, sebagaimana dihimpun, Senin (12/11/2018), dari BBC.
Bukan cuma itu, Hua juga mengajak wakil kepala sekolah untuk investasi cryptocurrency Etherum melalui dirinya.
Termakan buaian, sang wakil kepala sekolah lantas membeli mesin penambang kesembilan untuk dijalankan Lei Hua sejak Januari 2018.
Gara-gara ulahnya, Hua dipecat pada Oktober lalu. Sementara itu, sang wakil kepala sekolah diberi peringatan keras.
BACA SUMBER